MENJADI ORANG TUA YANG CERDIK DIERA DIGITAL
Menjadi Orangtua Yang Cerdik di Era Digital
Anak-anak kita sekarang hidup di generasi digital native, yaitu generasi yang lahir dimana teknologi sudah berada di lingkungannya, yang dimulai pada tahun 1990an (Marc Prensky, 2001), sehingga paparan terhadap media digital atau internet tidak dapat terhindarkan. Namun ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam penggunaan gadgets. Pada tahun 2013 Daily Mail UK melaporkan bahwa 29% usia balita dapat mengoperasikan gadgets dengan mudah, sedangkan 70% usia sekolah dasar merupakan master dalam pengoperasian gadgets. Menurut USA Centers for Disease Control and Prevention, anak-anak menghabiskan waktunya kira-kira 8 jam per hari untuk screen time (TV, smartphone, tablet, dsb), seiring betambahnya usia anak maka durasi penggunaan gadgetjuga bertambah. Sedangkan data di Indonesia sendiri, pada tahun 2014 data KOMINFO menyebutkan rata-rata pengguna gadgetdi Indonesia sangatlah tinggi. Berdasarkan survei yang dilakukan 98% anak dan dewasa tahu tentang internet dan 79,5% dari mereka adalah pengguna internet. Pada anak-anak pengguna teknologi, mereka cenderung mengabaikan lingkungan sekitarnya, karena mereka lebih tertarik dengan kecanggihan teknologi yang dimainkannya daripada bermain dengan teman sebaya di lingkungan atau di tempat bermain, yang pada akhirnya interaksi sosial antara anak-anak dengan lingkungannya semakin lama semakin menurun (Mildayani Suhana 2017).
Fenoma penggunaan gadget dan kecanggihan teknologi itu sendiri memberikan kenyamanan bagi penggunanya dan juga merupakan suatu tantangan yang tak bisa terelakan, baagaimana caranya kita menggunakan gadgetdengan semestinya. Yang terjadi saat ini pada orangtua memberikan gadget secara intens kepada anak sejak dini dikarenakan untuk bisa memantau anak dari jarak jauh ketika sedang ada di luar atau pada orangtua yang bekerja, tetapi hal tersebut membuat anak menggunakan gadget secara bebas tanpa pengawasan dan kontrol dari orangtua (Mildayani Suhana 2017). Maka dari itu, sebagai orangtua dituntut untuk lebih cerdik dalam hal ini.
Adapun yang perlu orangtua ketahui dan pahami mengenai dampak negatif gadgets menurut Jurnal Depression and Anxiety, 2018 dan menurut Literature Review oleh Mildayani Suhana, 2017, yaitu :
Gangguan Kesehatan Mata dan Postur Tubuh
Ketika anak sedang memainkan gadget nya, mereka tidak memperhatikan seberapa terangnya pencahayaan layar gadget, jarak antara mata dengan layar, dan posisi/postur tubuh yang salah. Apabila dilakukan dalam waktu lama serta berulang-ulang akan berdampak pada kesehatan mata serta postur tubuh.
Gangguan Motorik Halus
Gambar yang ditampilkan gadget, dengan ukuran yang sama dapat mengganggu perkembangan kognitif anak. Anak tidak mampu membedakan ukuran benda pada bentuk yang sesungguhnya (Saripediatri, 2018)
Keterlambatan Bicara atau Bahasa
Untuk mengetahui keterlambatan bicara atau bahasa, kita perlu mengetahui terlebih dahulu perbedaan antara bicara dan bahasa. Bicara mengacu pada bentuk verbal ketika manusia melakukan komunikasi. Sedangkan Bahasa mengacu pada seluruh sistem dari komunikasi itu sendiri baik secara lisan maupun tulisan, verbal dan non verbal.
Anak dengan keterlambatan bicara mungkin akan menggunakan beberapa kata dan frase untuk mengekspresikan pemikirannya tapi sulit untuk dimengerti.
Anak dengan keterlambatan bahasa, dapat mengucapkan kata dengan benar dan hanya bisa merangkai 2 suku kata saja.
Anak akan belajar bagaimana caranya untuk berbicara dan komunikasi ketika berinteraksi dengan orang lain. Ini merupakan cara mereka belajar berkomunikasi dengan baik. Tetapi bila anak tidak dapat berkomunikasi, anak tidak akan belajar. Setiap menit anak meluangkan untuk screen time (TV atau gadgets) maka satu menit pula akan kehilangan waktu untuk berbicara dengan orang lain.
Sebuah studi menemukan anak dengan usia antara 6 (enam) bulan hingga 2 (dua) tahun memegang dan menonton tablet, smartphone, electronic games, maka kemungkinan akan mengalami keterlambatan bicara.
Gangguan Perkembangan Sosial
Ketika anak tenggelam dalam keasyikan dunia gadget, mereka akan lupa dengan dunia sekitarnya karena anak akan merasa nyaman untuk menyendiri bermain dengan gadget, sehingga anak akan menarik diri dari lingkungan. Seharusnya masa kanak-kanak adalah periode pesatnya perkembangan sosial dan emosional yang fundamental. Perkembangan sosial pada anak yang terjadi salah satunya adalah proses meniru dan anak adalah peniru yang baik, maka dibutuhkan peran orang yang lebih dewasa atau orangtua dalam proses tersebut. Dalam membangun mental di perkembangan sosial, anak harus terlibat secara langsung, mebutuhkan waktu serta eyes contact ketika sedang bersosialisasi.
Ketika tahap perkembangan sosial ini terganggu dikarena dampak negatif penggunaan gadget, maka interaksi anak dengan orangtua dan teman sebaya akan berkurang, cenderung bersikap individualis, serta acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar, sehingga dapat berdampak pada proses sosialisasi di masyarakat, yang akan berlanjut hingga di kehidupan dewasa.
Beberapa studi menyebutkan bahwa penggunaan gadget terbukti menyebabkan anak merasa kesepian bahkan depresi, kurangnya kontrol impuls, kurangnya kenyamanan dan bersosial, dan menyebabkan gangguan kronik lainnya.
Gangguan Perkembangan Emosional
Emosi adalah jendela pertama untuk belajar (Gani, 2016). Emosi meliputi rasa senang, nyaman, takut, gelisah, yang kesemuanya merupakan suatu hal fundamental bagi anak. Ketika anak merasa nyaman dengan sesuatu, anak akan terus berusaha mencarinya lagi dan lagi. Penyesuaian diri adalah stimuasi emosional yang kuat untuk otak berkembang, dimana melibatkan orangtua atau orang dewasa lainnya yang mempunyai respon baik terhadap kondisi emosional anak-anak. Periode utama dalam perkembangan emosional pada anak terjadi pada usia dibawah 10 (sepuluh) tahun. Di periode tersebut, otak akan memerlukan beberapa pengalaman secara berulang dan kontrol dasar emosi, seperti rasa senang, marah, takut, sedih, empati dan gelisah. Itulah sebabnya mengapa bayi dan anak tidak dianjurkan untuk bermain gadget.
Sebuah studi mengatakan, ketika anak keasyikan bermain gadget di waktu yang telah ditentukan, maka ketika waktu tersebut sudah habis, anak akan meminta waktu tambahan. Ini merupakan ciri dari efek kecanduan (pemakaian gadget terus menerus dan secara berlebihan). Anak dengan kekuatan yang lebih, akan berusaha memukul, menjadi lebih agresif, atau menangis. Kecanduan pada gadget disebabkan kurangnya perhatian orangtua (pengalihan kepada gadget). Anak akan lebih dekat dengan gadgetnyase hingga mereka akan merasa tidak bisa dipisahkan dari gadget. Kecanduan gadget juga berdampak pada pengendalian emosi, anak cenderung labil, karena pengendalian emosi kurang terstimulasi. Pengendalian emosi berkembang ketika ada interaksi antara anak dan lingkungannya.
PFC (Pre Frontal Cortex) merupakan bagian dari otak yang mengontrol emosi, pengendalian diri, tanggung jawab, mengambil keputusan, dan nilai moral lainnya. Pada anak yang kecanduan seperti game online, maka otak mereka akan memproduksi hormone dopamine berlebih yang membuat fungsi PFC terganggu dan membuat anak tersebut menjadi seorang introvert. Ketergantungan pada gadget membuat mereka merasa gadget adalah segalanya. Mereka akan stress dan gelisah bila berpisah dengan gadgetnya.
Betapa seriusnya permasalahan bila screen time anak dengan gadget dilakukan secara terus menerus dan berlebihan. Berikut ini tips dari berbagai sumber (JournalAmerican Academy of Pediatrics, 2013; IDAI 2014; Literature review Mildayani Suhana 2017; dan Journal Depression and Anxiety 2018) untuk orangtua dalam menghadapi anak di zaman digital native:
a) Orangtua harus mengetahui efek gadget pada anak yang akan mempengaruhi perkembangannya diberbagai aspek.
b) Batasi waktu screen time (TV atau gadget) hanya 1-2 jam perhari untuk anak diatas usia 2 (dua) tahun.
c) Hindari paparan gadget pada anak usia kurang dari 2 (dua) tahun.
d) Letakkan TV set, gadget dan segala media elektronik di luar kamar tidur anak. Hindari anak menyendiri saat memainkan gadget.
e) Awasi media yang anak gunakan maupun akses, website maupun social media yang mereka gunakan, dimana orangtua dapat memblokir web yang berkonten materi ataupun iklan pornografi, kekerasan,dan konten yang tidak sesuai dengan anak.
f) Melakukan pendampingan, berinteraksi, serta menjelaskan dengan cara berdiskusi apa yang ditampilkan di TV ataupun gadget.
g) Model active parenting, dengan membuat peraturan rumah yang berlaku untuk semua media. Ketika jam makan, jam malam menjelang tidur. Buatlah peraturan yang tegas dan rasional dalam penggunaan gadget, penggunaan layanan pesan singkat atau sosial media di rumah.
h) Memberikan contoh yang baik kepada anak dalam penggunaan gadget secara bertanggungjawab.
i) Komunikasi yang terbuka. Diskusikan keamanan internet dan perilaku di dunia maya yang bertanggung jawab. Beritahu dengan jelas situs mana yang dapat dikunjungi anak dan mana yang harus dihindari. Ajarkan anak bila mendapat ancaman atau pelecehan melalui email, atau pesan elektronik lainnya, jangan merespons pesan tersebut, laporkan, atau blok pengirim pesan, catat nama atau alamat email, segera keluar dari internet dan beritahu orangtua atau orang dewasa lain yang dapat dipercaya, misalnya guru.
j) Dorong anak untuk bermain diluar. Ajak mereka untuk bermain dengan saudaranya atau temannya atau bahkan dengan hewan peliharaannya sehingga mereka bisa belajar bagaimana berinteraksi dan komunikasi dengan anak lainnya maupun yang ada di lingkungan sekitar. Lebih baik bermain dengan hewan peliharaan ketimbang hanya sebatas melihat film animasi.
k) Gadgets bukanlah babysitters
Walaupun membuat anak tetap sibuk dengan gadget, sehingga orangtua dapat mengerjakan pekerjaan lainnya dengan damai, tapi bukanlah cara yang baik. Tetap berikan mereka buku cerita yang menarik, permainan-permainan yang kreatif, bermain puzzles, atau mewarnai buku gambar.
Anak-anak kita sekarang hidup di generasi digital native, yaitu generasi yang lahir dimana teknologi sudah berada di lingkungannya, yang dimulai pada tahun 1990an (Marc Prensky, 2001), sehingga paparan terhadap media digital atau internet tidak dapat terhindarkan. Namun ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam penggunaan gadgets. Pada tahun 2013 Daily Mail UK melaporkan bahwa 29% usia balita dapat mengoperasikan gadgets dengan mudah, sedangkan 70% usia sekolah dasar merupakan master dalam pengoperasian gadgets. Menurut USA Centers for Disease Control and Prevention, anak-anak menghabiskan waktunya kira-kira 8 jam per hari untuk screen time (TV, smartphone, tablet, dsb), seiring betambahnya usia anak maka durasi penggunaan gadgetjuga bertambah. Sedangkan data di Indonesia sendiri, pada tahun 2014 data KOMINFO menyebutkan rata-rata pengguna gadgetdi Indonesia sangatlah tinggi. Berdasarkan survei yang dilakukan 98% anak dan dewasa tahu tentang internet dan 79,5% dari mereka adalah pengguna internet. Pada anak-anak pengguna teknologi, mereka cenderung mengabaikan lingkungan sekitarnya, karena mereka lebih tertarik dengan kecanggihan teknologi yang dimainkannya daripada bermain dengan teman sebaya di lingkungan atau di tempat bermain, yang pada akhirnya interaksi sosial antara anak-anak dengan lingkungannya semakin lama semakin menurun (Mildayani Suhana 2017).
Fenoma penggunaan gadget dan kecanggihan teknologi itu sendiri memberikan kenyamanan bagi penggunanya dan juga merupakan suatu tantangan yang tak bisa terelakan, baagaimana caranya kita menggunakan gadgetdengan semestinya. Yang terjadi saat ini pada orangtua memberikan gadget secara intens kepada anak sejak dini dikarenakan untuk bisa memantau anak dari jarak jauh ketika sedang ada di luar atau pada orangtua yang bekerja, tetapi hal tersebut membuat anak menggunakan gadget secara bebas tanpa pengawasan dan kontrol dari orangtua (Mildayani Suhana 2017). Maka dari itu, sebagai orangtua dituntut untuk lebih cerdik dalam hal ini.
Adapun yang perlu orangtua ketahui dan pahami mengenai dampak negatif gadgets menurut Jurnal Depression and Anxiety, 2018 dan menurut Literature Review oleh Mildayani Suhana, 2017, yaitu :
Gangguan Kesehatan Mata dan Postur Tubuh
Ketika anak sedang memainkan gadget nya, mereka tidak memperhatikan seberapa terangnya pencahayaan layar gadget, jarak antara mata dengan layar, dan posisi/postur tubuh yang salah. Apabila dilakukan dalam waktu lama serta berulang-ulang akan berdampak pada kesehatan mata serta postur tubuh.
Gangguan Motorik Halus
Gambar yang ditampilkan gadget, dengan ukuran yang sama dapat mengganggu perkembangan kognitif anak. Anak tidak mampu membedakan ukuran benda pada bentuk yang sesungguhnya (Saripediatri, 2018)
Keterlambatan Bicara atau Bahasa
Untuk mengetahui keterlambatan bicara atau bahasa, kita perlu mengetahui terlebih dahulu perbedaan antara bicara dan bahasa. Bicara mengacu pada bentuk verbal ketika manusia melakukan komunikasi. Sedangkan Bahasa mengacu pada seluruh sistem dari komunikasi itu sendiri baik secara lisan maupun tulisan, verbal dan non verbal.
Anak dengan keterlambatan bicara mungkin akan menggunakan beberapa kata dan frase untuk mengekspresikan pemikirannya tapi sulit untuk dimengerti.
Anak dengan keterlambatan bahasa, dapat mengucapkan kata dengan benar dan hanya bisa merangkai 2 suku kata saja.
Anak akan belajar bagaimana caranya untuk berbicara dan komunikasi ketika berinteraksi dengan orang lain. Ini merupakan cara mereka belajar berkomunikasi dengan baik. Tetapi bila anak tidak dapat berkomunikasi, anak tidak akan belajar. Setiap menit anak meluangkan untuk screen time (TV atau gadgets) maka satu menit pula akan kehilangan waktu untuk berbicara dengan orang lain.
Sebuah studi menemukan anak dengan usia antara 6 (enam) bulan hingga 2 (dua) tahun memegang dan menonton tablet, smartphone, electronic games, maka kemungkinan akan mengalami keterlambatan bicara.
Gangguan Perkembangan Sosial
Ketika anak tenggelam dalam keasyikan dunia gadget, mereka akan lupa dengan dunia sekitarnya karena anak akan merasa nyaman untuk menyendiri bermain dengan gadget, sehingga anak akan menarik diri dari lingkungan. Seharusnya masa kanak-kanak adalah periode pesatnya perkembangan sosial dan emosional yang fundamental. Perkembangan sosial pada anak yang terjadi salah satunya adalah proses meniru dan anak adalah peniru yang baik, maka dibutuhkan peran orang yang lebih dewasa atau orangtua dalam proses tersebut. Dalam membangun mental di perkembangan sosial, anak harus terlibat secara langsung, mebutuhkan waktu serta eyes contact ketika sedang bersosialisasi.
Ketika tahap perkembangan sosial ini terganggu dikarena dampak negatif penggunaan gadget, maka interaksi anak dengan orangtua dan teman sebaya akan berkurang, cenderung bersikap individualis, serta acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar, sehingga dapat berdampak pada proses sosialisasi di masyarakat, yang akan berlanjut hingga di kehidupan dewasa.
Beberapa studi menyebutkan bahwa penggunaan gadget terbukti menyebabkan anak merasa kesepian bahkan depresi, kurangnya kontrol impuls, kurangnya kenyamanan dan bersosial, dan menyebabkan gangguan kronik lainnya.
Gangguan Perkembangan Emosional
Emosi adalah jendela pertama untuk belajar (Gani, 2016). Emosi meliputi rasa senang, nyaman, takut, gelisah, yang kesemuanya merupakan suatu hal fundamental bagi anak. Ketika anak merasa nyaman dengan sesuatu, anak akan terus berusaha mencarinya lagi dan lagi. Penyesuaian diri adalah stimuasi emosional yang kuat untuk otak berkembang, dimana melibatkan orangtua atau orang dewasa lainnya yang mempunyai respon baik terhadap kondisi emosional anak-anak. Periode utama dalam perkembangan emosional pada anak terjadi pada usia dibawah 10 (sepuluh) tahun. Di periode tersebut, otak akan memerlukan beberapa pengalaman secara berulang dan kontrol dasar emosi, seperti rasa senang, marah, takut, sedih, empati dan gelisah. Itulah sebabnya mengapa bayi dan anak tidak dianjurkan untuk bermain gadget.
Sebuah studi mengatakan, ketika anak keasyikan bermain gadget di waktu yang telah ditentukan, maka ketika waktu tersebut sudah habis, anak akan meminta waktu tambahan. Ini merupakan ciri dari efek kecanduan (pemakaian gadget terus menerus dan secara berlebihan). Anak dengan kekuatan yang lebih, akan berusaha memukul, menjadi lebih agresif, atau menangis. Kecanduan pada gadget disebabkan kurangnya perhatian orangtua (pengalihan kepada gadget). Anak akan lebih dekat dengan gadgetnyase hingga mereka akan merasa tidak bisa dipisahkan dari gadget. Kecanduan gadget juga berdampak pada pengendalian emosi, anak cenderung labil, karena pengendalian emosi kurang terstimulasi. Pengendalian emosi berkembang ketika ada interaksi antara anak dan lingkungannya.
PFC (Pre Frontal Cortex) merupakan bagian dari otak yang mengontrol emosi, pengendalian diri, tanggung jawab, mengambil keputusan, dan nilai moral lainnya. Pada anak yang kecanduan seperti game online, maka otak mereka akan memproduksi hormone dopamine berlebih yang membuat fungsi PFC terganggu dan membuat anak tersebut menjadi seorang introvert. Ketergantungan pada gadget membuat mereka merasa gadget adalah segalanya. Mereka akan stress dan gelisah bila berpisah dengan gadgetnya.
Betapa seriusnya permasalahan bila screen time anak dengan gadget dilakukan secara terus menerus dan berlebihan. Berikut ini tips dari berbagai sumber (JournalAmerican Academy of Pediatrics, 2013; IDAI 2014; Literature review Mildayani Suhana 2017; dan Journal Depression and Anxiety 2018) untuk orangtua dalam menghadapi anak di zaman digital native:
a) Orangtua harus mengetahui efek gadget pada anak yang akan mempengaruhi perkembangannya diberbagai aspek.
b) Batasi waktu screen time (TV atau gadget) hanya 1-2 jam perhari untuk anak diatas usia 2 (dua) tahun.
c) Hindari paparan gadget pada anak usia kurang dari 2 (dua) tahun.
d) Letakkan TV set, gadget dan segala media elektronik di luar kamar tidur anak. Hindari anak menyendiri saat memainkan gadget.
e) Awasi media yang anak gunakan maupun akses, website maupun social media yang mereka gunakan, dimana orangtua dapat memblokir web yang berkonten materi ataupun iklan pornografi, kekerasan,dan konten yang tidak sesuai dengan anak.
f) Melakukan pendampingan, berinteraksi, serta menjelaskan dengan cara berdiskusi apa yang ditampilkan di TV ataupun gadget.
g) Model active parenting, dengan membuat peraturan rumah yang berlaku untuk semua media. Ketika jam makan, jam malam menjelang tidur. Buatlah peraturan yang tegas dan rasional dalam penggunaan gadget, penggunaan layanan pesan singkat atau sosial media di rumah.
h) Memberikan contoh yang baik kepada anak dalam penggunaan gadget secara bertanggungjawab.
i) Komunikasi yang terbuka. Diskusikan keamanan internet dan perilaku di dunia maya yang bertanggung jawab. Beritahu dengan jelas situs mana yang dapat dikunjungi anak dan mana yang harus dihindari. Ajarkan anak bila mendapat ancaman atau pelecehan melalui email, atau pesan elektronik lainnya, jangan merespons pesan tersebut, laporkan, atau blok pengirim pesan, catat nama atau alamat email, segera keluar dari internet dan beritahu orangtua atau orang dewasa lain yang dapat dipercaya, misalnya guru.
j) Dorong anak untuk bermain diluar. Ajak mereka untuk bermain dengan saudaranya atau temannya atau bahkan dengan hewan peliharaannya sehingga mereka bisa belajar bagaimana berinteraksi dan komunikasi dengan anak lainnya maupun yang ada di lingkungan sekitar. Lebih baik bermain dengan hewan peliharaan ketimbang hanya sebatas melihat film animasi.
k) Gadgets bukanlah babysitters
Walaupun membuat anak tetap sibuk dengan gadget, sehingga orangtua dapat mengerjakan pekerjaan lainnya dengan damai, tapi bukanlah cara yang baik. Tetap berikan mereka buku cerita yang menarik, permainan-permainan yang kreatif, bermain puzzles, atau mewarnai buku gambar.
Komentar
Posting Komentar